Minggu, 01 Juli 2018

Potret Desa Aoreo, Kecamatan Lainea, Konawe Selatan

http://ekonomiberbagi.com/Sekilas tentang Desa Aoreo.

          Desa Aoreo, merupakan desa hasil pemekaran dari desa Lalonggombu dan Desa Watumeeto yang terletak diantara kedua desa tersebut. Desa ini membentang dari timur ke barat sepanjang Lk 800 Meter dan membujur dari utara ke selatan sepanjang Lk 3.500 Meter. Desa Aoreo dapat di jumpai dari ibukota provinsi Sultra dengan jarak Lk 75 Km, waktu tempuh kira-kira 1,5 s.d 2 Jam perjalanan menggunakan roda dua dan empat, sedangkan dari ibukota kabupaten konawe selatan dapat di tempuh kurang lebih 1 jam perjalanan. Jarak dari kota kabupaten konawe selatan lk 45 Km.
Desa ini di huni Lk 160 KK dengan jumlah jiwa Lk 550 Jiwa, mata pencaharian penduduk Desa sebahagian besar adalah petani ( 85 % ) ; PNS (10 % ) dan wirausaha (5%).
         Potensi Sumberdaya Alam :

Potensi Sumberdaya Alam yang ada meliputi Hutan, Tanah dan Air dimana Hutan yang dimaksud adalah lahan-lahan milik yang ditanami tanaman kehutanan seperti Jati ( tectona grandis); Gmelina dan sengon serta Jabon putih. Untuk Sumber daya Tanah/ lahan selain telah menjadi pemukiman penduduk, sebahagian besar telah ditanami tanaman perkebunan seperti Jambu Mete, Kelapa, kopi dan kakao, sedangkan pada potensi Sumber daya Air meliputi Air untuk kebutuhan Sarana Air Bersih, dan kawasan hutan mangrove yang ada diselatan Desa Aoreo. Kawasan hutan mangrove ini merupakan kawasan hutan lindung yang telah mengalami kerusakan berat bahkan telah menjadi tambak-tambak ikan dan udang, pada kawasan hutan mangrove ini pada tahun-tahun 80-an merupakan lumbung / habitat Kepiting bakau dan udang yang terkenal khususnya di Konawe selaatan dan kota Kendari, namun sayang mulai tahun 2000-an sampai sekarang sulit ditemukan kepiting bakau yang menjadi tumpuan harapan sumber penghasilan bagi masyarakat Desa Aoreo, Lalonggombu dan Watumeeto.
Desa ini merupakan salah satu Desa yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan produksi yang pada tahun 1970-an sampai dengan tahun 2000-an merupakan areal kawasan hutan tanaman Jati yang di tanam melalui program HTI dan reboisasi di jaman pemerintahan orde baru. sayangnya hutan tanaman jati yang ada kini tinggal kenangan, yang dapat ditemukan hanya berupa tunggak-tunggak bekas tebangan yang tergolong tidak bernilai jual lagi. setelah hutan jati ludes, kayu-kayu rimba campuran pun mulai di manfaatkan oleh masyarakat dari 3 Desa ( Lalonggombu, Aireo dan Watumeeto ).
Desa ini memiliki kawasan Hutan tanaman Sagu yang masih di anggap tanah komunal, dan hanya tanaman sagu saja yang dapat dimanfaatkan oleh yang menanam, dan dimiliki oleh tiga komunitas Desa ( Lalonggombu, Aoreo dan watumeeto ).
Program-program yang pernah ada :
Program Inpres Desa Tertinggal pada jaman pemerintahan Orde baru,
Program PNPM Perdesaan sejak tahun 2005 s.d 2015;
Program Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat ;
dan terakhir Program Perhutanan Sosial ( P.83 )
Pelaksanaan Pembangunan :
Dari segi pembangunan sarana dan prasarana, desa ini telah banyak membangun Jalan usaha tani dan bahkan bedah rumah bagi rumah yang tidak layak huni telah dilakukan, namun yang belum dilakukan adalah pembangunan bidang pertanian dan perkebunan serta kehutanan. Pemerintah Desa yang ada hanya tertarik pada pembangunan fisik saja, belum memikirkan bagaimana warga masyarakatnya mulai merencanakan pembangunan bidang pertanian dan perkebunan yang akan mendukung pendapatan keluarga petani pada masa yang akan datang. Hal ini bisa saja pemerintah yang ada sekarang ini fokus pada pembangunan fisik karena proses pertanggungjawaban yang mudah dan pasti memiliki nilai selisih dari pelaksanaan pekerjaan fisik tersebut. 
salah satu contoh tanaman perkebunan yang dapat dikembangkan selain tanaman Jambu mete di Desa ini dapat dikembangkan tanaman perkebunan antara lain Cengkeh, pala dan Lada, serta Kelapa.
Peningkatan kapasitas warga masyarakat :
Pelatihan-pelatihan keterampilan di bidang pasca panen dan keterampilan di bidang jasa masih di anggap tidak penting, kalaupun ada itu dilakukan hanya sekedar untuk menggugurkan kewajiban saja agar dapat dibuat pertanggungjawaban keuangan.
dari segi pemanfaatan lahan di desa ini, masih perlu difasilitasi dan dimotivasi warga masyarakatnya dimana masih terdapat ruang-ruang kosong yang belum dimanfaatkan untuk tanaman-tanaman jangka pendek dan menghasilkan, seperti sayuran untuk kebutuhan rumah tangga saja para ibu-ibu masih menunggu pedagang sayur dari desa lain yang menggunakan sepeda motor, datang ke rumah-rumah mereka, sementara dihalaman rumah mereka masih ada lahan kosong dan masih memungkinkan ditanami sayuran untuk kebutuhan rumah tangga.
Demikian pula kaum laki-laki, sebahagian besar berstatus KK petani namun setiap hari mereka masuk keluar kawasan hutan untuk mencari sisa-sisa kayu Jati dan bahkan kayu rimba pun ikut di babat habis.
Solusi :
Pihak pemerintah Desa harus dapat melakukan perubahan cara pandang pemberdayaan warganya dari  cara berpikir Instan menjadi berpikir terencana. Dari hanya menggantungkan hidupnya di kawasan hutan menjadi petani yang konsen mengelola lahan mereka untuk menghasilkan produk-produk hasil perkebunan bernilai ekspor seperti Lada, pala dan cengkeh. Anggapan bahwa diwilayah ini tidak dapat ditumbuhi tanaman cengkeh, pala dan Lada itu hanya Mitos belaka, karena dibeberapa tempat ditemukan tanaman Lada, pala dan cengkeh tumbuh dengan subur serta mulai berbuah.

Sekedar share...semoga bermanfaat...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar