Minggu, 22 Juli 2018

Pengalaman Mendampingi Masyarakat Kelurahan Sakuli dalam pemanfaatan lahan dan akses kelola hutan, pada program PSDBM Lot.2 MCA-Indonesia wilayah Kolaka periode 2016-2018

http://elonomiberbagi.com/ 



Lika-liku pendampingan Masyarakat kelurahan Sakuli  dalam program PSDABM Lot.2 Wil Kolaka, periode 2016-2018.

Awal juli 2017, saya dan kawan-kawan yang terlibat dalam program pendampingan masyarakat sekitar hutan di beri kepercayaan oleh salah satu lembaga nasional untuk menjadi pendamping di kelurahan sakuli, hal yang pertama kami lakukan adalah mencari dan menemukan siapa orang yang patut menjadi tokoh kunci di kelurahan sakuli, akhirnya kami bertemu dengan Pak Haris :  
  • Pertemuan dengan pak Haris
Kami bertemu dengan pak haris di sekretariat Gapoktan, yang sekaligus sebagai rumah tinggal beliau yang terletak di dekat Gereja di lingkungan II kelurahan sakuli kecamatan latambaga, kabupaten Kolaka- Prov Sulawesi Tenggara. Beliau menyambut kami dengan ramah dan semangat 45,lalu kami menyampaikan maksud kedatangan kami sebagai tim pendamping masyarakat dari YAPPI- Sultra yang di beri kepercayaan oleh KPSHK untuk mendampingi masyarakat kelurahan sakuli dalam upaya pengelolaan lahan dan hutan, setelah beliau mendengar maksud kedatangan kami. Beliau mengajukan pertanyaan “ Apa manfaat yang dapat kami peroleh dari pendampingan ini “

Lalu kawan saya, sebagai ketua tim menjelaskan panjang lebar peluang-peluang manfaat yang dapat di peroleh masyarakat kelurahan sakuli di antaranya  pengetahuan tentang pemanfaatan lahan dan Ijin usaha pemanfaatan kawasan hutan negara yang ada di wilayah kelurahan sakuli, lalu beliau bersedia menerima kami sekaligus menyarankan agar kami tinggal lingkungan kelurahan sakuli saja.
  • Tinggal di rumah kontrakan

Sebagai tim pendamping yang tinggal di luar kolaka, saya dan kawan-kawan tim tidaklah mungkin pulang-pergi kolaka-kendari-konsel yang berjarak lebih kurang 250 Km setiap minggu, maka kami putuskan untuk mengontrak sebuah rumah milik pak Ahmad yang bersebelahan dengan rumah tinggal pak haris sebagai kepala lingkungan dan sebagai  ketua gapoktan Poluloa.

Beliau akhinya menjadi penghubung antara kami dan pemilik rumah dan setelah negosiasi nilai kontrak akhirnya kontrak rumah disepakati oleh kedua pihak selama 18 bulan. Kami bertiga tinggal di rumah kontrakan layaknya anak kos-kosan, yang harus memasak , mencuci dan menyapu sendiri. Selain itu rumah kontrakan juga di pakai untuk kantor dalam menyukseskan program pengentasan kemiskinan yang sedang kami emban.
  •  Membangun Pertemanan dan mensosialisasikan program pengentasan kemiskinan.


Sebagai orang yang baru yang belum paham tradisi dan kebiasaan masyarakat Sakuli, kami mulai memperkenalkan diri sekaligus  berdiskusi dengan masyarakat kelurahan dari berbagai suku dan latar belakang kegiatan ada PNS, ada Swasta dan petani cengkeh dan kakao.

Dalam setiap diskusi kami selalu memperkenalkan program kami, sebagai program pengentasan kemiskinan melalui upaya pemanfaatan lahan dan akses kawasan hutan melalui Ijin usaha pengelolaan kawasan hutan. dan selalu mendapat sambutan ada yang menyambut dengan semangat dan antusias, ada pula yang hanya biasa-biasa saja, bahkan ada yang meragukan program kami sebagai program yang mustahil. Beberapa kawan-kawan dengan marah dan berapi-api menjelaskan bahwa program ini bukan program bodong, ini punya dasar hukum terutama tentang Perhutanan Sosial yang dituangkan dalam P. 83.

Dalam diskusi dengan beberapa tokoh masyarakat sering terjadi adu argumen yang intinya mereka mempertanyakan manfaat riil yang akan mereka peroleh ketika mereka bergabung dalam progam perhutanan sosial, seberapa besar nilai manfaat atau seberapa besar finansial yang akan mereka terima.

Pertanyaan-pertanyaan seperti ini bukan tanpa alasan, karena sejak di pertemuan-pertemuan awal , program kerjasama Indonesia –Amerika (MCA-Indonesia ) selalu menyiapkan biaya pengganti transportasi dan konsumsi peserta, padahal rumah mereka hanya berjarak paling jauh 700 meter dari tempat pertemuan.
  • Memotivasi Masyarakat
Memotivasi bukanlah pekerjaan yang gampang dan mudah seperti membalik telapak tangan, setiap komunitas atau masyarakat di suatu wilayah memiliki adat, tradisi dan budaya yang telah cukup lama mengakar dalam kehidupan mereka. Memotivasi masyarakat untuk menerima program yang di bawah oleh sebuah lembaga dari luar komunitas mereka memerlukan waktu dan kesabaran dari para pendampingnya. Apalagi memotivasi mereka untuk tidak melakukan perambahan kawasan hutan dan penjarahan kayu yang ada di dalam kawasan hutan negara, bahkan seringkali para pelaku mencurigai tim pendamping sebagai mata-mata pemerintah untuk menangkap mereka.

Kebiasaan masyarakat sakuli dalam pemanfaatan lahan hanya fokus pada budidaya tanaman perkebunan seperti cengkeh, pala, lada dan kakao pada lahan-lahan milik mereka dengan tofografi bergunung-gunung serta kemiringan sampai 45 %. Mereka telah terbiasa mengolah lahan mereka pada kemiringan 30-45% untuk penanaman tanaman perkebunan, sementara tim kami memperkenalkan penambahan jenis tanaman kayu dan buah untuk di tanami di sela-sela tanaman perkebunan mereka atau pada batas-batas lahan mereka.

Dalam setiap pertemuan tentang teknis budidaya dan pemanfaatan lahan milik proses diskusi menjadi panas karena dari pihak pendamping terkadang memaksakan ide program bahwa pemanfaatan lahan harus di tambah dengan penanaman tanaman kayu-kayuan seperti sengon, jabon, dan gmelina.

Akan tetapi menurut masyarakat bahwa jabon, sengon dan gmelina membutuhkan ruang yang cukup luas, dengan pertumbuhan yang cepat, sehingga jika di tanam pada areal perkebunan cengkeh dan pala maka tanaman akayu-kayuan tersebut akan mengganggu produksi cengkeh dan pala mereka.
  •  Memfasilitasi masyarakat

Kegiatan fasilitasi masyarakat dalam program Pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat (PSDABM) yang berujung pada pemanfaatan lahan dan akses kelola kawasan hutan juga bukanlah pekerjaan mudah, di mana seorang fasilitator merupakan orang yang membuat sesuatu menjadi mudah dan diterima serta dilaksanakan oleh masyarakat dampingan secara perlahan-lahan.

Dalam kegiatan pendampingan masyarakat di kelurahan Sakuli, Yappi-sultra memiliki Fasilitator lapangan ( Fasilitator Desa ) yang bertugas sebagai Fasilitator , berfungsi sebagai jembatan yang memudahkan proses pemahaman masyarakat dalam program Pengelolaan Sumber daya alam berbasis masyarakat.dan yang paling penting bagaimana mengsinkronkan kegiatan masyarakat dengan program PSDABM dapat terkoneksi dengan baik dan masing-masing pihak dapat berkolaborasi untuk mewujudkan visi dan misi bersama , peningkatan pendapatan dan pengentasan kemiskinan melalui pemanfaatan lahan dan akses kelola kawasan hutan.

Beberapa pengalaman menarik dari proses fasilitasi


Saat kami telah berada dan tinggal di kelurahan sakuli, kami bertemu dengan banyak pihak, lurah sakuli (Agusalim Lasade ), bhabinkamtibmas ( Surdin,SH), Arif Dia, Tasrif, Hasyim Sesa, Andi Sulfian( para ketua kelompok), Haris sebagai ketua kelompok dan ketua Gapoktan yang selalu menemani kami di setiap pertemuan baik pertemuan khusus perempuan maupun pertemuan para kelompok tani hutan yang di dominasi oleh kaum laki-laki.

      Setiap pertemuan selalu saja ada yang mendominasi pembicaraan baik di minta maupun tidak di minta oleh fasilitator, seperti pak haris misalnya, dia akan menambah penjelasan dari pihak program untuk menyampaikan kepada para peserta pertemuan sekalipun telah kami sampaikan. Terkadang para peserta harus berdebat dengan pak Haris terkait kesalahan penyampaian atau kelebihan materi penyampaian terutama yang bersifat menggurui. Demikian pula Korwil PSDABM wilayah kolaka  yang memberi penjelasan berupa janji yang belum tentu ada dalam program kami, dan seringkali pejelasan yang berupa pemaksaan kehendak atas nama program yang nota bene  tidaklah mungkin dapat direalisasikan misalnya Pengadaan Sarana Air untuk pemanfaatan lahan yang panjangnya Lk 5 km.

      Janji-janji tersebut membuat pertanyaan yang selalu dilontarkan oleh masyarakat sakuli kepada kami, baik saat kami berkunjung di rumah-rumah mereka maupun saat pertemuan resmi dan tidak resmi, pertanyaan-pertanyaan seperti itu di jawab dengan janji akan direalisasikan oleh pihak program dan kalaupun tidak, maka kami secara pribadi akan membantu menghubungkan kepada pihak lain untuk direalisasikan. Begitulah sebahagian cara kawan-kawan meredam pertanyaan bertubi-tubi dari masyarakat, mengumbar janji untuk memperoleh simpatik.
  •   Berlomba memperoleh simpatik
Kegiatan fasilitasi program PSDABM lot.2 wilayah Kolaka di kelurahan sakuli telah menimbulkan perasaan saling curiga di antara pendamping, baik fasdes, maupun koorwil bahkan lead konsorsium KPSHK pun ikut terkena imbas dari proses ini.

Bermula dari upaya penguatan kelembagaan kelompok tani hutan yang ada di kelurahan sakuli, masing-masing pihak antara fasdes dan koorwil saling klaim tugas dan fungsi, dai satu sisi fasdes merasa bahwa tugas penguatan kelembagaan kelompok tani hutan adalah tugas utamanya sebagai fasdes, di sisi lain Koorwil merasa berkuasa atas program PSDABM di wilayah kolaka khususnya di kelurahan Sakuli. Ujung dari itu, fasdes tidak di beri tugas oleh koorwil kolaka untuk melakukan penguatan kelompok-kelompok tani hutan, dan koorwil menjadi pelaku utama dalam proses fasilitasi tersebut.

Dari monopoli kegiatan fasilitasi tersebut, muncullah statemen dari koorwil bahwa kalau bukan dia maka program PSDABM wilayah kolaka tidak akan jalan sebagaimana mestinya, akhirnya tim PSDABM wilayah kolaka lainnya membiarkan saja gerakan-gerakan sang koorwil yang berujung pada keluhan dari seorang koorwil bahwa tim kolaka tidak ada lagi yang mau membantunya, bahkan mengancam akan memecat semuanya.

  • Berujung konflik & Pemecatan
Konflik akhirnya tidak dapat di hindari, konflik pertama di mulai pada bulan desember tahun 2016, dimana koorwil kolaka berkonflik dengan lead konsorsium KPSHK yang akhirnya keluar surat teguran dari lead konsorsium KPSHK. Ancaman pemecatan ini di balas dengan sangat keras oleh koorwil kolaka akan keluar dari keangotaan konsorsium KPSHK. Upaya-upaya konsolidasi dilakukan untuk meredam konflik internal apalagi program baru berjalan 5 bulanan, upaya-upaya konsolidasi akhirnya berujung damai dan ancaman pemecatan di cabut kembali oleh lead konsorsium dengan catatan agar koorwil kolaka dapat memperbaiki kinerjanya.

Konflik kedua terjadi antara akunting dan koorwil kolaka yang menyebabkan ketidakaktifan akunting kami, dan akhirnya di anggap mengundurkan diri, selanjutnya koorwil kolaka menggantinya dengan merekrut tenaga akunting yang berasal dari kota kolaka. Akunting kami yang baru adalah seorang perempuan yang gesit tetapi juga sempat tidak simpatik dengan koorwil yang selalu memerintah semaunya sendiri.

Konflik ketiga terjadi antara korwil dan lead konsorsium kembali terjadi karena ketidakpatuhan koorwil , dan kesalahpahaman pemahaman program terhadap tugas-tugas yang diembannya. Saat itu bulan oktober 2017, di mana koorwil kolaka memprotes tim film yang bertugas membuat film dokumenter, menurut dia tim film tidak berkoordinasi dengan koorwil kolaka dalam pelaksanaan kegiatannya. Konflik ini akhirnya berimbas pada keluarnya SP1, SP2 dan pemecatan koorwil kolaka. Untuk itu koorwil kolaka melakukan manuver simpatik untuk meminta dukungan kepada kelompok tani-kelompok tani yang ada di kelurahan sakuli serta mencari dukungan pada pihak Bappeda kolaka, pihak MCAI yang ada di makassar seperti Rachmat Sabang, bahkan pihak MCAI jakarta untuk membatalkan surat pemecatan.

Upaya-upaya negosiasi terus dilakukan bahkan tim monev spesialist seperti pak Herman Suprihatin, pak Joko Waluyo pun aktif terlibat mencari solusi dari konflik ini. Bulan Oktober kami di undang untuk pertemuan Koordinasi di NTB (Lombok) dengan tujuan untuk mengakhiri konflik yang akan berujung kerugian pada masyarakat Sakuli, sayangnya saudara Koorwil Kolaka tidak bersedia hadir sekali pun ticket telah dikirimkan, saya dan fasdes, media komunitas serta akunting terpaksa berangkat dengan ancaman dari koorwil bahwa akan di pecat stelah kembali dari NTB.Konflik akhirnya dapat diselesaikan dengan mencabut surat pemecatan dari lead konsorsium KPSHK untuk koorwil kolaka, kegiatan konsolidasi ini di fasilitasi oleh pak Joko waluyo sebagai sesepuh KPSHK , sehingga kegiatan PSDABM wilayah kolaka dapat kembali berjalan dengan koorwil kolaka.

Konflik ke empat terjadi pada bulan November-Desember 2018, konflik antara Lead konsorsium dan Koorwil kolaka yang pada akhirnya lead konsorsium mengangkat saya untuk menggantikan koorwil kolaka dalam waktu 3 bulan, dari konflik ini saya dan koorwil menjadi tidak akur, saya di anggap menghianatinya sebagai koorwil padahal sejak konflik pertama, kedua dan ketiga saya selaku Admin dan keuangan selalu membela beliau dan berhasil memberi saran kepada lead konsorsium untuk mengembalikan peran dia sebagai Koorwil Kolaka.
  • Pembelajaran
Proses pendampingan model ini, sebenarnya juga telah banyak di alami oleh para lembaga yang berkonsorsium / mereka yangg bekerjasama dalam sebuah kegiatan  di mana personil dari masing-masing lembaga saling mengenal ketika berada dalam suatu lembaga gabungan dari beberapa lembaga yang sebelumnya hanya bekerja secara sendiri dalam satu manajemen.

Hendaknya sebuah lembaga konsorsium yang akan bekerja dalam sebuah tim, haruslah dapat saling menurunkan egonya masing-masing, meletakan profesionalitas dalam bekerja, bukan pada soal-soal kecil yang di besar-besarkan.

Konsorsium di bangun dengan makud untuk memudahkan semua proses kegiatan dapat berjalan sesuai waktu dan rencana  yang telah di sepakati di awal, pendelegasian kewenangan menjadi penting antara lead dan anggota sehingga tidak berkesan bekerja pada sebuah perusahaan yang membuka kantor perwakilan di daerah.

Komunikasi yang di bangun haruslah dengan cara-cara baik dan patuh pada sop protokol komunikasi agar tidak terjadi kesalahpahaman dan kegagalan paham, yang cenderung merugikan para pihak yang berkonsorsium.

Kebijakan yang sentralistik merupakan salah satu penyebab konflik , serta overlap peran di daerah juga dapat membuahkan konflik horisontal dan vertikal dalam sebuah organisasi pengelola kegiatan.

Olehnya itu ketika para pihak hendak berkonsorsium maka sejak awal harus dapat menyepakati dengan seksama rencana bersama, aturan main bersama dan lain sebagainya, jika tidak maka model-model seperti di atasakan terulang lagi.

Iniilah Sekelumit pengalaman dari proses fasilitasi  pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat di kelurahan sakuli, kecamatan latambaga kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara Indonesia.

Sekedar share..... semoga bermanfaat....Kolaka Maret 2018.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar