Sipate, merupakan nama salah satu dusun di Desa Pekalobean Kec. Anggeraja berada di kaki gunung Anggeraja,
yang merupakan patahan gunung Lakawan deretan pegunungan Bambapuang. Di kaki gunung
ini di penuhi tanaman budidaya bawang merah dan berbagai sayuran segar untuk
memenuhi kebutuhan pasar Endrekang ( cakke, suddu/ blajin dan baraka),
sebahagian besar di kirim keluar daerah seperti kendari, Manado dan kalimantan
melalui pelabuhan pare-pare, makassar dan bajoe.
Kecamatan
Anggeraja, merupakan penghasil bawang terbesar di kabupaten endrekang bahkan
pada tingkat Indonesia bahagian timur, endrekang masih merupakan penghasil
bawang nomor satu.Jika kita menelusuri lereng pegunungan di kecamatan
Anggeraja, maka pastilah kita menemukan hamparan bawang merah, jagung dan
sayuran lainnya yang menjadi tumpuan harapan pendapatan bagi sebahagian besar
warga masyarakat.
Dalam budidaya
tanaman bawang merah, para petani telah menggunakan teknologi modern di mana
lahan-lahan budidaya mereka telah menggunakan hujan buatan. Teknologi yang
mereka gunakan membutuhkan biaya yang tidak sedikit di mana setiap 100 kg bibit
bawang, seorang petani bawang harus menyiapkan dana sekitar Rp.12.000.000,-
biaya ini dipergunakan untuk pembelian bibit, obat-obatan ( pestisida), upah
kerja penyiapan lahan serta perawatan tanaman bawang merah, sampai biaya panen
bawang mereka.
Tanaman bawang
merah yang dibudidayakan oleh petani di anggeraja dapat di panen pada umur 56
hari ( sumber informasi “Yusuf hafid”) pendamping lokal desa dari kecamatan
Anggeraja ( Desa Bambapuang, Desa Tindalun, Siambo serta Desa Singki ).
Di kaki gunung
Bambapuang dan Gunung Nona, hampir merata hamparan tanaman bawang merah,
jagung, tomat, ubi jalar dan sayuran lainnya. Masyrakat mebudidayakan tanaman
tersebut, bukan saja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, akan tetapi telah
menjadi komoditi perdagangan yang melayani kebutuhan regional dan Nasional
khususnya kawasan Indonesia timur dan tengah, para petani tidak lagi memikirkan
di mana mereka akan jual, namun hasil-hasil produksi mereka di jemput langsung
oleh pembeli- pembeli dari luar daerah seperti kendari, manado, dan Kalimantan
untuk skala produksi yang banyak, untuk sisa produksi dari penjualan, para
petani menjual langsung ke pasar-pasar tradisional yang ada di Endrekang.
Kehidupan Sosial - Budaya :
Secara umum, masyarakat
Anggeraja, merupakan satu rumpun suku asli yang mendiami endrekang yakni suku
bugis endrekang yang memiliki ciri khas dialek dan bahasa yang sedikit berbeda
dengan bugis Bone dan makassar.
Khusus daerah
endrekang yang berbatasan langsung dengan kabupaten tana toraja dialek dan
bahasa masih ada kemirpan dalam bahasa sehari-hari.
Dalam Interaksi
Sosial, masyarakat Anggeraja masih sangat kental kekerabatannya, di mana hampir
seluruh warga kecamatan anggeraja masih ada hubungan kedekatan keluarga dengan
desa-desa yang bertetangga, sehingga
masalah-masalah sosial dan konflik antar masyarakat dengan mudah dapat
diatasi dan diselesaikan secara kekeluargaan.
Dari segi
kerja-kerja bersama atau gotongroyong, pemerintah dan tokoh masyarakat termasuk
tokoh adat dengan mudah menggerakan masyarakat untuk kerja-kerja sarana
kepentingan umum yang ada di sekitar wilayah atau desa tempat tingggal mereka,
bahkan untuk kerja-kerja penyiapan lahan, penanaman, dan panen mereka
bahu-membahu saling membatu satu sama lain. Bagi mereka yang tidak pernah ikut
kerja-kerja gotong royong, maka akan membayar mereka yang datang membantu saat
panen di kebun miliknya.
Sebagian besar
masyarakatnya, masih sangat kental mempertahankan budaya tradisional yang
diturunkan secara turun temurun dari para leluhur mereka, seperti adat
perkawinan, tradisi syukuran setelah panen, acara-acara keagaman menurut Islam
seperti Hakikah (anak yang baru lahir), tahlilan juga masih dilakukan oleh sebahagian
masyarakat Anggeraja.
Perkembangan Masyarakat Adat :
Kabupaten endrekang merupakan
salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang sangat peduli dengan
perkembangan Masyarakat Adat, di mana terdapat 37 Komunitas adat yang sudah
teridentifikasi dan terdaftar sebagai komunitas Adat endrekang secara umum.
Dari 37 komunitas Masyarakat adat yang ada 22 Komunitas Adat telah menjadi
Anggota Aman Pasendepulu Endrekang. Enam komunitas adat telah di SK kan
pengakuannya oleh Bupati Endrekang, Perda Masyarakat Adat juga telah ada di
Kabupaten Endrekang. Komunitas Masyarakat adat yang ada di endrekang tersebar
hampir merata di seluruh wilayah kabupaten endrekang yang dikawal langsung oleh
pengurus Daerah AMAN Maspul ( Masyarakat Adat Massendrenpulu ).
Pengurus Daerah
Aman Massendrenpulu endrekang di pimpin langsung oleh H. Paundanan Embong
Bulan, SH, di bantu oleh staf Aman Endrekang dari berbagai latar belakang
pendidikan yang konsen menjaga marwah masyarakat Adat, serta mendukung pertumbuhan
dan perkembangan masyarakat Adat di tanah Endrekang.
Kerja-kerja
kolaborasi dari para pihak dalam mendukung keberadaan komunitas Masyarakat Adat
di Enrekang telah dilakukan oleh beberapa pihak OPD seperti P3MD,bekerjasama
dengan PD AMAN Massenrenpulu, di mana para pendamping Lokal Desa terlibat
secara aktif dalam memfasilitasi pembentukan dan pendampingan masyarakat Adat.
Dukungan dari
pemerintah Kabupaten Endrekang terhadap pengembangan keberadaan Masyarakat Adat
sangat nampak dan dibuktikan secara rill oleh Pemerintah Kabupaten untuk terus
memfasilitasi PD Aman enrekang dalam mewujudkan Perda pengakuan Masyarakat Adat
yang diajukan oleh Pengurus Daerah Aman Endrekang.
Sumber : Yusuf Hafid 07-07-2018 di rumah Aman Endrekang.http://ekonomiberbagi.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar