Selasa, 10 Juli 2018

Kampung bawang di Dusun Sipate





                Sipate, merupakan nama salah satu dusun di Desa Pekalobean Kec. Anggeraja berada di kaki gunung Anggeraja, yang merupakan patahan gunung Lakawan deretan pegunungan Bambapuang. Di kaki gunung ini di penuhi tanaman budidaya bawang merah dan berbagai sayuran segar untuk memenuhi kebutuhan pasar Endrekang ( cakke, suddu/ blajin dan baraka), sebahagian besar di kirim keluar daerah seperti kendari, Manado dan kalimantan melalui pelabuhan pare-pare, makassar dan bajoe.
Kecamatan Anggeraja, merupakan penghasil bawang terbesar di kabupaten endrekang bahkan pada tingkat Indonesia bahagian timur, endrekang masih merupakan penghasil bawang nomor satu.Jika kita menelusuri lereng pegunungan di kecamatan Anggeraja, maka pastilah kita menemukan hamparan bawang merah, jagung dan sayuran lainnya yang menjadi tumpuan harapan pendapatan bagi sebahagian besar warga masyarakat.
Dalam budidaya tanaman bawang merah, para petani telah menggunakan teknologi modern di mana lahan-lahan budidaya mereka telah menggunakan hujan buatan. Teknologi yang mereka gunakan membutuhkan biaya yang tidak sedikit di mana setiap 100 kg bibit bawang, seorang petani bawang harus menyiapkan dana sekitar Rp.12.000.000,- biaya ini dipergunakan untuk pembelian bibit, obat-obatan ( pestisida), upah kerja penyiapan lahan serta perawatan tanaman bawang merah, sampai biaya panen bawang mereka.
Tanaman bawang merah yang dibudidayakan oleh petani di anggeraja dapat di panen pada umur 56 hari ( sumber informasi “Yusuf hafid”) pendamping lokal desa dari kecamatan Anggeraja ( Desa Bambapuang, Desa Tindalun, Siambo serta Desa Singki ).
Di kaki gunung Bambapuang dan Gunung Nona, hampir merata hamparan tanaman bawang merah, jagung, tomat, ubi jalar dan sayuran lainnya. Masyrakat mebudidayakan tanaman tersebut, bukan saja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, akan tetapi telah menjadi komoditi perdagangan yang melayani kebutuhan regional dan Nasional khususnya kawasan Indonesia timur dan tengah, para petani tidak lagi memikirkan di mana mereka akan jual, namun hasil-hasil produksi mereka di jemput langsung oleh pembeli- pembeli dari luar daerah seperti kendari, manado, dan Kalimantan untuk skala produksi yang banyak, untuk sisa produksi dari penjualan, para petani menjual langsung ke pasar-pasar tradisional yang ada di Endrekang.


Kehidupan Sosial - Budaya :
                Secara umum, masyarakat Anggeraja, merupakan satu rumpun suku asli yang mendiami endrekang yakni suku bugis endrekang yang memiliki ciri khas dialek dan bahasa yang sedikit berbeda dengan bugis Bone dan makassar.
Khusus daerah endrekang yang berbatasan langsung dengan kabupaten tana toraja dialek dan bahasa masih ada kemirpan dalam bahasa sehari-hari.
Dalam Interaksi Sosial, masyarakat Anggeraja masih sangat kental kekerabatannya, di mana hampir seluruh warga kecamatan anggeraja masih ada hubungan kedekatan keluarga dengan desa-desa yang bertetangga, sehingga  masalah-masalah sosial dan konflik antar masyarakat dengan mudah dapat diatasi dan diselesaikan secara kekeluargaan.
Dari segi kerja-kerja bersama atau gotongroyong, pemerintah dan tokoh masyarakat termasuk tokoh adat dengan mudah menggerakan masyarakat untuk kerja-kerja sarana kepentingan umum yang ada di sekitar wilayah atau desa tempat tingggal mereka, bahkan untuk kerja-kerja penyiapan lahan, penanaman, dan panen mereka bahu-membahu saling membatu satu sama lain. Bagi mereka yang tidak pernah ikut kerja-kerja gotong royong, maka akan membayar mereka yang datang membantu saat panen di kebun miliknya.
Sebagian besar masyarakatnya, masih sangat kental mempertahankan budaya tradisional yang diturunkan secara turun temurun dari para leluhur mereka, seperti adat perkawinan, tradisi syukuran setelah panen, acara-acara keagaman menurut Islam seperti Hakikah (anak yang baru lahir), tahlilan juga masih dilakukan oleh sebahagian masyarakat Anggeraja.
Perkembangan Masyarakat Adat :
               Kabupaten endrekang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang sangat peduli dengan perkembangan Masyarakat Adat, di mana terdapat 37 Komunitas adat yang sudah teridentifikasi dan terdaftar sebagai komunitas Adat endrekang secara umum. Dari 37 komunitas Masyarakat adat yang ada 22 Komunitas Adat telah menjadi Anggota Aman Pasendepulu Endrekang. Enam komunitas adat telah di SK kan pengakuannya oleh Bupati Endrekang, Perda Masyarakat Adat juga telah ada di Kabupaten Endrekang. Komunitas Masyarakat adat yang ada di endrekang tersebar hampir merata di seluruh wilayah kabupaten endrekang yang dikawal langsung oleh pengurus Daerah AMAN Maspul ( Masyarakat Adat Massendrenpulu ).
Pengurus Daerah Aman Massendrenpulu endrekang di pimpin langsung oleh H. Paundanan Embong Bulan, SH, di bantu oleh staf Aman Endrekang dari berbagai latar belakang pendidikan yang konsen menjaga marwah masyarakat Adat, serta mendukung pertumbuhan dan perkembangan masyarakat Adat di tanah Endrekang.
Kerja-kerja kolaborasi dari para pihak dalam mendukung keberadaan komunitas Masyarakat Adat di Enrekang telah dilakukan oleh beberapa pihak OPD seperti P3MD,bekerjasama dengan PD AMAN Massenrenpulu, di mana para pendamping Lokal Desa terlibat secara aktif dalam memfasilitasi pembentukan dan pendampingan masyarakat Adat.
Dukungan dari pemerintah Kabupaten Endrekang terhadap pengembangan keberadaan Masyarakat Adat sangat nampak dan dibuktikan secara rill oleh Pemerintah Kabupaten untuk terus memfasilitasi PD Aman enrekang dalam mewujudkan Perda pengakuan Masyarakat Adat yang diajukan oleh Pengurus Daerah Aman Endrekang.
Sumber : Yusuf Hafid 07-07-2018 di rumah Aman Endrekang.http://ekonomiberbagi.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar