Sabtu, 30 Juni 2018

Pembangunan Pertanian Berkelanjutan berorientasi Organik

http://ekonomiberbagi.com/
          Konsep pembangunan Pertanian berkelanjutan merupakan konsep ekonomi berbagi yang sedang digalakkan dewasa ini untuk memenuhi kebutuhan konsumen secara aman dari pestisida, kontinyu serta memenuhi kaidah kelestarian.
Namun kita tidak dapat pungkiri bahwa pembangunan pertanian dalam kurun waktu 10 tahun belakangan ini mengalami kemunduran dari segi kualitas dan kuantitas pada tingkat petani, akan tetapi pada tingkat pedagang besar justru memanfaatkan menjadi penguasaan usaha yang menguntungkan, seperti produksi padi sawah, betapa tidak produksi gabah yang baru saja dipanen langsung di beli oleh pembeli besar dengan harga yang sedikit miring langsung dibawah digudang pembeli selanjutnya dikeringkan dengan teknologi pengering berkapasitas besar, untuk selanjutnya di kirim ke jawa dan kembali ke daerah menjadi beras premium dengan harga yang pantastis, bayangkan harga beras dipasar tradisional masih pada kisaran Rp. 7.000/ kg, namun beras premium untuk 10 Kg dibandrol Rp.125.000,-/ 10 Kg.
Dari komoditi lainnya khusus komoditi hasil perkebunan, dewasa ini banyak kalangan Petani mengalami kerugian akibat ketidakpastian harga, dan ketidakpastian pembeli produksi mereka sementara mereka telah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk memenuhi permintaan pasar, namun ketika produk mereka sampai ke pasar harga pun jatuh dan bahkan biaya transportasi saja tidak menutup dalam satu kali pengantaran. olehnya itu perlu pemikiran bersama antara pemerintah, masyarakat dan pemerhati petani (NGO) untuk menata model-model pengembangan dan pembangunan pertanian berkelanjutan yang tidak merugikan para petani.
Untuk produksi pertanian Organik dewasa ini masih sulit ditemukan dipasaran, sementara banyak permintaan dari konsumen yang dimanfaatkan oleh para pedagang untuk menyodorkan produk bahan pokok dengan label Organik, padahal sesungguhnya bukanlah produksi pangan Organik.
Salah satu penyebab kurangnya produk pangan organik dipasaran, karena biaya produksi yang sangat tinggi yang tidak sebanding dengan harga hasil produksi pangan organik. konsumen selalu ingin kualitas terbaik, bebas dari pestisida akan tetapi dengan harga yang paling murah, sehingga para pedagang pada tingkat pengecer dengan mudah mengibuli konsumen dengan memasang label Organik pada komoditi pangan yang mereka Jual. sementara mereka membeli dari petani dengan standar harga non Organik dan sangat murah.
Untuk menghasilkan produk-produk pangan dari petani yang Organik, berkualitas maka para pihak harus berkolaborasi (Pemerintah, masyarakat dan NGO pemerhati pertanian Organik) untuk mulai dan berani mendampingi petani dalam upaya menghasilkan produksi pangan Organik secara berkelanjutan dengan harga premium pula, tanpa itu semua maka kita semua akan selalu terjebak pada konsumsi pangan yang mengandung Pestisida yang pada akhirnya menimbulkan komplikasi penyakit pada masa tua.
Perlu berjejaring mulai dari produsen sampai ke tangan konsumen agar produksi pangan organik bagi kita dapat terpenuhi, kepastian harga menjadi salah satu pemicu kehadiran produk pangan di dapur-dapur kita, jika tidak maka produk-produk pangan label Organik dari negara tetangga kita, seperti thailand, pilipina akan hadir dan menguasai pasar pangan kita. 
kita tidak dapat lagi menutup mata, dewasa ini produk-produk buah seperti Kurma asal Thailand sudah membanjiri dan masuk ke dapur-dapur kita, beras apalagi saya kira tidak lama lagi maka sayuran label Organik seperti bayam, kacang panjang akan masuk ke dapur-dapur kita padahal itu hanya label saja, sejatinya adalah produk yang mengandung pestisida.
semoga kita semua menyadari akan ancaman produk label organik dari negara tetangga kita, kita punya lahan dan tenaga kerja yang cukup potensial untuk menghasilkan produk-produk Organik secara berkelanjutan, sayangnya kita lebih bangga dengan produk-produk luar yang kualitasnya sangat rendah dibanding produk pangan kita. kita harusnya bangga dengan kemampuan kita dalam berproduksi di bidan pertanian dan perkebunan, sayangnya petani kita dewasa ini sudah usur dan generasi muda kita enggan berusaha tani, bahkan takut menyandang status pekerjaan sebagai Petani, mereka akan bangga disebut karyawan swasta, yang pendapatannya hanya untuk hidup seorang diri di banding terjun di dunia pertanian dan perkebunan.
semoga saja generasi Milenial saat ini, mampu membaca peluang pembangunan pertanian organik dimasa yang akan datang dari pada harus menunggu pengangkatan PNS ......

sekedar share ..semoga bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar