Senin, 11 Februari 2019

Kerusakan Hutan akibat salah pemahaman Program Perhutanan Sosial atau Hutan Sosial

Kondisi Ex Hutan Jati di gunung Kolono Jan 2019
Dulu pada tahun 2017, di kawasan ini tumbuh tanaman Jati (Tectona Grandis) hasil program reboisasi dan HTI swakelola yang di bangun oleh Pemerintah provinsi Sulawesi Tenggara cq Dinas Kehutanan Provinsi Sultra, dengan mengikutsertakan masyarakat sebagai pekerja yang membuka hutan alam lalu di tanami Jati pada tahun 1977-1980 an.
Pada awal pembukaan lahan masyarakat sekitar hutan menanami Padi ladang dan Jagung dengan tanaman Jati sebagai tanaman Wajib bagi mereka yang ikut membuka lahan di pegunungan Kolono.
Kawasan hutan di pegunungan Kolono Lebih Kurang 500 san Hektar yang di tumbuhi tanaman Jati yang cukup subur dengan jumlah populasi per Ha lebih kurang 1500 pohon per hektar, jika di hitung jumlah populasi tanaman jati dari luasan 500 Ha, terdapat 750.000 pohon Jati yang telah berumur kira-kira 30 - 40 tahun, sayangnya pohon-pohon jati tersebut mulai di rambah sejak tahun 2003-2017, dan selama itu pula tidak satu pun yang pernah tertangkap tangan oleh petugas Kehutanan maupun petugas lainnya.

Di lokasi ini banyak pihak telah berkunjung, bukan saja dari Kementerian Kehutanan (dulu), bahkan orang bule pun pernah berkunjung di tempat ini hanya untuk menyaksikan hamparan Hutan Jati yang memanjakan mata, mereka puas dan menjadi contoh pengelolaan Hutan jati yang baik bagi Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara.

Sayangnya Hutan Jati yang menjadi kebanggaan tersebut saat ini tidak dapat di temukan lagi akibat dari salah pemahaman pelaksanaan Perhutanan Sosial, yang kita saksikan adalah lahan-lahan terbuka, gundul dan menghawatirkan. betapa tidak mengkhawatirkan kawasan ini memiliki kemiringan antara 25-45 % jika pada musim penghujan bisa saja terjadi Longsor dan banjir bandang yang dapat merugikan masyarakat sekitar, Lainea, Kolono dan Puupi.

Program Perhutanan Sosial di anggapnya sebagai akses bagi-bagi lahan untuk merubah fungsi hutan, dari hutan menjadi kebun tanpa memperhatikan fungsi hutan.Sayangnya KPHP Gula Raya yang diharapkan menjadi pengontrol bahkan menjadi Polisi tidak lah dapat diharapkan, bahkan terkesan adanya pembiaran pengrusakan kawasan Hutan khususnya kawasan hutan Kolono.

Pada sisi Selatan Kawasan hutan ini telah di tanami Sawit oleh Perusahaan Sawit yang entah Ijin dari mana perusahaan tersebut dengan leluasa membongkar Hutan jati dan mengganti dengan Tanaman Sawit...cukup Miris memang, kegiatan Perusahaan ini telah beberapa kali dilaporkan secara lisan kepada KPHP Gula Raya namun sampai saat ini 2019 tidak ada tindakan penertiban bahkan dari pengamatan kami di areal tersebut telah di pasang Pal batas perusahaan.
Tanaman sawit di Hutan Negara (Gunung Kolono)

Kerusakan kawasan Hutan ini makin di perparah dengan Program Perhutanan Sosial yang kemungkinan besar terjadi karena kesalahan saat Sosialisasi awal oleh para pihak yang getol memperluas areal Perhutanan Sosial dengan Target seluas-luasnya.

kita tidaklah dapat pungkiri bahwa program perhutanan Sosial merupakan program yang berpihak kepada masyarakat marginal atau mereka yang tidak memiliki lahan yang cukup untuk berusaha tani, namun rambu-rambu aturan perhutanan Sosial harus tetap menjadi acuan dalam implementasi PS dilapangan.

Pemerintah memang telah memberi ruang akses kelola, akan tetapi pemerintah juga harus mengontrol dan mengevaluasi pelaksanaannya agar tidak disalahgunakan dan tidak berdampak pada kerusakan kawasan hutan yang dapat menimbulkan bencana baru bagi masyarakat sekitar yang pada akhirnya masyarakat pula yang disalahkan. atau apakah memang ini sebuah Jebakan Batman....perlu di telaah ...
Padahal untuk dalam Program Perhutanan Sosial, rambu-rambunya jelas P.83 dan Perdirjen 16 tentang tata cara pengajuan Ijin skema PS, atau jangan-jangan Pokja PS Sultra yang menjadi perpanjangan tangan kementerian LHK yang belum melakukan verifikasi atas areal kawasan hutan gunung Kolono, ataukah jangan sampai kawasan hutan tersebut sengaja di biarkan untuk di jadika program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA)

Nah pertanyaan yang muncul pada Masyarakat, jika gunung Kolono saja bisa di rombak menjadi kebun maka kawasan hutan Wolasi pun dapat di klaim dan di jadikan kebun sesuai selera para perombaknya tanpa harus mengikuti rambu-rambu Perhutanan Sosial.

Semoga saja Pokja atau para pihak lainnya tidak hanya jemput bola foto copy ktp dan dokumen lainnya, akan tetapi tetap memperhatikan dampak dari kesalahan awal seperti Penggundulan hutan http://ekonomiberbagi.com/ Gunung Kolono, dan semoga saja di tempat lain tidaklah seperti di kawasan hutan gunung Kolono.

Salam Lestari.....